Parit sampah, bertaruhkan pilu
Oleh : Lutfia Kistin

Masih teringat waktu itu. Ketika banjir perkotaan tak menjadi persoalan besar. Pemukiman bukanlah sasaran dampak kerugian. Namun, sekarang justru berbeda dari harapan. Parit yang bening beralihkan fungsi tong sampah. Hiruk pikuk perkotaan adalah hal wajar maupun pencemaran dianggap sepele.

Semenjak itu pula tawa gembira anak kecil sedikit terdengar di pinggir parit perkotaan. Mereka terlihat risih untuk bermain. Aku heran kepada mereka. Bagaimana tidak! Pemandangan air parit menghitam penuh sampah. Semua pun juga bungkam akan hal ini.

Para pemancing ikan tak nampak memancing seperti biasa. Bahkan ikan hidup saja muak rasanya. Sampah berserakan tersumbat dimana- mana. Air jernih kini hanya tinggal kenangan belaka bagi si parit. Alirannya macet menuju liku selokan panjang. Maka sepantasnya banjir datang semestinya.

Pabrik industri semakin merajarela membuang limbah produksi. Kondisi ini tentunya sangat memilukan kita , terutama generasi penerus kita. Membangun sebuah parit dan menjaganya merupakan tugas kita dengan membuang sampah pada tempatnya. Karena perbuatan sekecil apapun itu pasti bermanfaat untuk sekitar. Lantas kalau bukan kita siapa lagi?


@lutfiaupik9
Magelang, 28 Juni 2019

0 Komentar